Skandal Jamrek ESDM Jateng: Dugaan Korupsi Terstruktur, Lubang Tambang Menganga, Kerugian Negara Diduga Tembus Ratusan Miliar

INFORMASITERKINI1.COM

SEMARANG - Dugaan penyelewengan dana Jaminan Reklamasi (Jamrek) di lingkungan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah mencuat setelah berbagai indikasi mencurigakan ditemukan dalam pencairan dana deposito reklamasi tambang sepanjang 2021–2024. 

Skema pencairan dana yang seharusnya digunakan untuk memulihkan lingkungan pascapenambangan itu diduga dilakukan tanpa mengikuti prosedur teknis dan tanpa dasar hukum yang jelas.

Rakyat Pemberantas Korupsi Republik Indonesia (RPK-RI) menjadi pihak pertama yang secara terbuka menuntut audit total terhadap seluruh kegiatan pertambangan di Jawa Tengah yang izinnya telah habis. 

Ketua Umumnya, Susilo H. Prasetiyo, menyebut telah menemukan pola sistematis dalam pengembalian dana Jamrek kepada sejumlah perusahaan tambang. Temuan itu mengisyaratkan adanya tekanan atau intervensi dari oknum di internal ESDM untuk mempercepat pencairan dana.

Menurut Susilo, dana Jamrek tetap dicairkan meski perusahaan tambang tidak melakukan reklamasi. Banyak lubang bekas tambang, khususnya galian C, yang dibiarkan menganga tanpa penanganan dan tanpa pelaporan kegiatan reklamasi. 

Ia menyebut kondisi lapangan tersebut bertentangan dengan laporan administratif yang diajukan perusahaan, sehingga menimbulkan kecurigaan terhadap manipulasi dokumen.

Penyimpangan ini diduga melibatkan pejabat Dinas ESDM Jawa Tengah serta pengelola tambang yang menerima pencairan dana. Jika terbukti, nilai kerugian negara disebut dapat mencapai ratusan miliar rupiah setara dengan dana Jamrek dari ratusan titik tambang yang izinnya habis selama kurun waktu tersebut. 

RPK-RI mengaitkan skandal ini dengan dugaan persekongkolan yang sudah berlangsung lama. Selain itu, RPK-RI menemukan beberapa perusahaan tambang batuan dan pasir yang masa izinnya habis pada 2024, namun tetap beroperasi tanpa melakukan perpanjangan izin maupun reklamasi. 

Temuan ini memperkuat dugaan bahwa pencairan Jamrek sengaja dilakukan sebelum pengawasan dilakukan, bahkan sebelum perusahaan memenuhi kewajiban utamanya terhadap lingkungan.

Susilo menegaskan bahwa tindakan tersebut berpotensi melanggar Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Tipikor, ditambah penerapan Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP bagi pihak-pihak yang diduga terlibat secara bersama-sama. 

RPK-RI pun mendorong Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Ditreskrimsus Polda Jateng, dan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah untuk membuka skema hubungan antara pejabat pemberi rekomendasi dan pengusaha tambang.

Di sisi lain, RPK-RI menyoroti dampak ekologis dari nihilnya reklamasi di banyak lokasi tambang. Susilo mengungkapkan bagaimana sejumlah wilayah yang sebelumnya menjadi sumber pangan warga kini berubah menjadi lahan cokelat berlumpur. 

Kerusakan tersebut tidak hanya mengganggu produktivitas tanah, tetapi turut mengancam sumber air dan ekosistem sekitar.

Ia mendesak agar aparat penegak hukum menghitung valuasi kerugian lingkungan secara komprehensif, bukan sekadar besaran kerugian keuangan negara dari dana Jamrek yang dicairkan. 

Nilai ekologis berupa hilangnya vegetasi, menurunnya kualitas air, serta peningkatan emisi gas rumah kaca disebut harus dimasukkan dalam perhitungan kerugian negara.

Dalam proses pengawasan tambang, Susilo juga mempertanyakan peran dan kinerja Kasubdit Tipidter Ditreskrimsus Polda Jateng. Menurutnya, banyak tambang yang memiliki izin resmi namun tidak beroperasi sesuai dokumen dan SOP teknis, tetapi tidak ditindak tegas. Ia menyebut ada informasi dari lapangan bahwa sejumlah tambang justru rutin memberikan setoran “atensi” kepada pihak kepolisian.

RPK-RI mempertanyakan mengapa penindakan terhadap aktivitas tambang bermasalah terkesan lemah, padahal kerusakan lingkungan terus meluas. Susilo menyatakan siap membantu aparat penegak hukum menunjukkan lokasi-lokasi tambang yang diduga ilegal maupun yang dana Jamreknya tidak digunakan sebagaimana mestinya.

Susilo menilai praktik penyelewengan ini tidak bisa dilepaskan dari kekacauan tata ruang di Jawa Tengah. Ia menuding adanya pemberian izin tambang di kawasan yang seharusnya menjadi area lindung pangan. “Tata ruang dipreteli demi kepentingan tambang,” ujarnya.

RPK-RI mengaku telah mengumpulkan bukti awal, baik berupa dokumentasi lapangan, laporan masyarakat, maupun data dugaan pencairan deposito Jamrek yang janggal. Seluruh bukti itu sedang disiapkan untuk diserahkan kepada BPK, Polda Jateng, dan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah guna mengungkap skandal yang diduga terstruktur, sistematis, dan merugikan negara serta lingkungan.

(*)

SPONSOR
Lebih baru Lebih lama

JSON Variables

SPONSOR